Rangkaian Diskusi MHM saat Kunjungan Syekh Al-Azhar Bahas Peran Lembaga Pendidikan Sebarkan Toleransi dan Koeksistensi
Majelis Hukama Muslimin (MHM) bekerja sama dengan Al-Azhar dan beberapa pesantren di Indonesia menyelenggarakan serangkaian seminar dan diskusi mengenai peran pemuka/tokoh agama dan lembaga pendidikan keagamaan dalam menyebarkan dan menguatkan budaya toleransi dan koeksistensi pada komunitas muslim. Kegiatan tersebut dilakukan bersamaan dengan kunjungan Grand Sheikh Al-Azhar/Ketua MHM Prof. Dr. Ahmed Al-Tayeb ke Indonesia.
Pada seminar yang diselenggarakan MHM bekerja sama dengan Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi, Rabu (10/7/2024), dibahas peran pemimpin dan pemuka agama dalam menghadapi tantangan kerukunan dah keharmonisan dengan mengambil spirit hijrah Nabi Muhammad saw. Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Senior Al-Azhar Prof. Dr. Abbas Shouman berbicara tentang eksperimen Indonesia dalam menyebarkan dan mengukuhkan nilai-nilai hidup berdampingan secara harmoni dan toleransi antaragama, antarbudaya, juga antarbahasa yang berbeda. Prof. Shouman juga menyinggung kebhinekaan dan keanekaragaman itu merupakan unsur kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan berperan dalam menguatkan persatuan bangsa dan kohesi sosial masyarakatnya.
“Kebhinekaan, keanekaragaman, dan koeksistensi di satu sisi secara sekilas tampak sebagai tema yang tidak berhubungan dengan tema hijrah di sisi lain. Padahal, sebenarnya ada hubungan yang sangat kuat antara kedua tema itu,” kata Prof. Shouman.
Ia menjelaskan bahwa Rasulullah saw. merupakan contoh teladan bagi pemimpin. Rasulullah berhasil mengatasi persoalan keberagaman agama, ras, dan suku yang ada di Madinah. Di sana, umat Islam hidup berdampingan dengan rukun dan damai dengan pengikut agama-agama lain sama seperti orang-orang Muhajirin bersaudara dengan orang-orang Anshar dalam satu kesatuan masyarakat. Prof. Shouman memandang bahwa Piagam Madinah yang dibuat oleh Rasulullah saw. merupakan konstitusi Madinah yang menanamkan konsep kesetaraan sebagai warga negara dan memberi landasan nilai-nilai koeksistensi antarumat beragama dan antara pelbaagai komponen masyarakat yang tinggal di Madinah.
Selain itu, Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Senior Al-Azhar itu juga mengatakan bahwa kondisi yang ada di Indonesia dapat dikatakan sebagai model yang mirip dengan masyarakat majemuk Madinah. Indonesia dinilai berhasil memelihara keharmonisan, kerukunan, dan koeksistensi antarelemen masyarakatnya yang sangat beragam. Ia mengajak generasi muda Indonesia untuk terus menjaga dan melestarikan keberhasilan Indonesia dalam merawat kebinekaan dan keharmonisan hidup. Keberhasilan Indonesia itu, menurutnya, dilihat dari tidak adanya pertentangan antara identitas keagamaan dan kebangsaan.
Pada akhir paparannya, Prof. Dr. Abbas Shouman mengapresiasi Majelis Hukama Muslimin yang telah bekerja sama dengan Pondok Pesantren At-Taqwa Putra dalam menyeleggarakan seminar yang dihadiri oleh ratusan santri, mahasiswa, guru At-Taqwa, dan masyarakat umum dari berbagai daerah.
Dalam konteks yang sama, MHM juga menyelenggarakan seminar dan diskusi publik bekerja sama dengan Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) di Kebayoran Baru, Jakarta. Seminar di UAI ini membahas langkah dan upaya untuk mengoptimalkan peran lembaga pendidikan dalam menguatkan dan menyebarkan nilai-nilai toleransi, persaudaraan manusia, dan koeksistensi di masyarakat yang majemuk. Selain itu, seminar juga membahas pentingnya kurikulum pendidikan yang mendukung kesepahaman dan sikap saling menghormati antaragama dan antarbudaya yang berbeda yang pada gilirannya dapat menguatkan prinsip-prinsip perdamaian sosial.
Pada paparannya dalam seminar tersebut, Direktur Pusat Pengembangan Pendidikan Pelajar/Mahasiswa Asing di Al-Azhar Dr. Nahla el-Saeidi menekankan perlunya lembaga pendidikan dengan semua tingkatannya untuk memainkan peran penguatan nilai-nilai toleransi dan koeksistensi antarpelbagai elemen masyarakat, baik dalam hal agama, bahasa, ras, maupun budaya. Dr. Nahla juga mengemukakan peran yang dimainkan oleh Al-Azhar dalam hal ini. Dikatakannya, saat ini terdapat tidak kurang dari 4.000 pelajar dan mahasiswa asing di Al-Azhar berasal dari 100 negara. Al-Azhar telah mengambil langkah-langkah praktis dalam mengembangkan kurikulum pendidikan yang menunjang penguatan pemahaman tentang keberagaman dan menghadapi pemikiran ekstrem sesuai pendekatan dakwah Al-Azhar yang moderat.
Direktur Pusat Pengembangan Pendidikan Pelajar dan Mahasiswa Asing di Al-Azhar itu tampak antusias mendengarkan pandangan mahasiswa dan dosen UAI dalam diskusi yang membahas peran vital yang harus dimainkan oleh lembaga pendidikan dalam rangka menguatkan pesan untuk hidup berdampingan secara harmonis di tengah masyarakat yang majemuk. Dr. Nahla juga menyampaikan apresiasinya yang tinggi terhadap lingkungan kondusif yang ada di Indonesia untuk mengembangkan toleransi dan koeksistensi. Hal itu, menurutnya, mencerminkan semangat saling memahami dan harmoni antara umat Islam dan pelbagai elemen lain masyarakat Indonesia.
Di ujung seminar, Dr. Nahla menyampaikan apresiasinya kepada pihak UAI dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan seminar, terutama Majelis Hukama Muslimin. Menurutnya, kegiatan dan inisiatif seperti ini akan sangat besar pengaruhnya dalam penguatan kesadaran akan perlunya sikap saling mengerti, saling menghormati, dan hidup bersampingan secara rukun dan damai. Ia berharap kerja sama konstruktif yang sudah terbangun selama ini di antara lembaga pendidikan di dunia perlu terus ditingkatkan, karena hal itu merupakan cara paling ideal untuk menguatkan nilai-nilai koeksistensi dan toleransi di tengah masyarakat majemuk dengan latar belakang budaya, agama, etnis, bahasa dan lain-lain yang sangat beragam.