Landasan dan Prinsip Dialog Islam Dibahas di Paviliun MHM pada Pameran Buku Internasional Baghdad

Seminar di Paviliun MHM Seminar di Paviliun MHM

Paviliun Majelis Hukama Muslimin (MHM) melanjutkan programnya di Pameran Buku Internasional Baghdad dengan menyelenggarakan seminar berjudul "Dialog Islam: Landasan dan Prinsip", Selasa (17/9/2024). Seminar tersebut dipresentasikan oleh Dr. Abdul Wahab Al-Samarrai (Profesor di Universitas Imam Al-Azam) dan Dr. Samir Boudinar (Direktur Pusat Penelitian Perdamaian Al-Hokama). Seminar ini berfokus pada fondasi dan prinsip utama yang diperlukan untuk dialog intra-Islam yang sukses, serta menekankan pentingnya saling menghormati yang berlandaskan pada Al-Quran dan Sunnah, dan menyoroti peran lembaga akademis dan intelektual dalam mendorong dialog.

Dr. Samir Boudinar membuka seminar tersebut dengan menekankan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan dialog antara berbagai komponen umat Islam, mengingat tantangan signifikan dan beragam yang mengancam persatuan dan stabilitasnya. Ia menekankan bahwa membangun fondasi, prinsip, dan kondisi yang jelas sangat penting untuk memastikan bahwa dialog mencapai tujuan yang diinginkan.

Ia lebih lanjut mencatat bahwa dialog yang bermakna hanya dapat berhasil jika berakar pada warisan dan nilai-nilai umat yang kaya, yang diambil dari prinsip-prinsip agama dan kemanusiaan yang telah membimbingnya sepanjang zaman. Dr. Boudinar memuji seruan bersejarah yang disampaikan Grand Syekh Al Azhar, Imam Akbar Dr. Ahmed Al-Tayeb,  selama Forum Dialog Bahrain pada 2022, yang mengadvokasi dialog intra-Islam. Ia menegaskan bahwa seruan ini bertujuan untuk membantu Umat mengatasi tantangan sejarah yang sulit dan bersatu untuk mengatasi ancaman perpecahan dan perselisihan yang semakin meningkat.

Dr. Abdul Wahab Al-Samarrai menyoroti bahwa dialog Islam harus menjadi cara hidup dan praktik sehari-hari yang bertujuan untuk membangun jembatan pemahaman dan koeksistensi, bebas dari kekerasan, sektarianisme, dan rasa tidak hormat terhadap orang lain. Ia menekankan bahwa lembaga dan kaum intelektual harus memimpin dalam mempromosikan dialog ini sehingga secara bertahap menjangkau semua sektor masyarakat, terutama kaum muda dan generasi mendatang, yang akan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab untuk membentuk masa depan yang lebih baik. Ia memperingatkan bahwa jika dialog tetap terbatas pada kaum elit, hal itu tidak akan membawa perubahan masyarakat yang diperlukan.

Profesor di Universitas Imam Al-Azam itu juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada MHM atas beragam publikasinya di Pameran Buku Internasional Baghdad, yang telah memperkaya acara tersebut. Ia menambahkan, "Kami menyaksikan upaya nyata Dewan untuk mempromosikan dialog intra-Islam, dan kami berharap upaya ini akan membantu menjembatani kesenjangan antara berbagai sekte dan mazhab pemikiran Islam. Dialog ini harus dilakukan dengan standar dan nilai tertinggi, mempromosikan persatuan dan solidaritas di antara umat Islam dalam menghadapi tantangan saat ini yang mengancam stabilitas dan persatuan Umat."

Dr. Al-Samarrai lebih lanjut menekankan bahwa dialog intra-Islam adalah tugas sosial, hukum alam, keharusan agama, kebutuhan manusia, dan kewajiban budaya. Dialog ini harus dibangun di atas prinsip-prinsip penting, termasuk kesetaraan, itikad baik, dan saling menghormati. Ia menunjukkan bahwa berfokus pada keyakinan umum yang dianut oleh sekte-sekte Islam—seperti keyakinan pada monoteisme, kenabian, Al-Quran, dan Hari Kiamat—lebih efektif daripada berkutat pada isu-isu yang memecah belah. Ia menyimpulkan dengan menekankan perlunya dialog yang disertai dengan tinjauan serius dan hasil nyata. Jika tinjauan tersebut tidak mengarah pada koreksi posisi dan kesalahan, dialog kehilangan nilainya. Dr. Al-Samarrai menyerukan tindakan nyata berdasarkan hasil dialog, termasuk langkah hukum untuk mengkriminalisasi penghinaan terhadap simbol-simbol agama dan untuk mempromosikan toleransi dan hidup berdampingan.

MHM berpartisipasi untuk pertama kalinya di Pameran Buku Internasional Baghdad. Ini sejalan dengan misinya untuk mempromosikan perdamaian, mendorong dialog dan toleransi, dan membangun jembatan hidup berdampingan di antara orang-orang dari berbagai ras dan keyakinan. Paviliun MHM yang terletak di Aula Baghdad (Paviliun H2), memamerkan lebih dari 220 publikasi dalam lima bahasa, termasuk 24 rilis baru yang membahas topik intelektual dan budaya yang signifikan. Selain itu, paviliun MHM menyelenggarakan serangkaian seminar dan ceramah yang menampilkan para pemikir, cendekiawan, dan akademisi terkemuka untuk membahas cara-cara meningkatkan dialog dan pemahaman di antara sekte-sekte Islam dan membangun jembatan komunikasi, yang bertujuan untuk kerja sama dan persatuan yang lebih besar di antara berbagai komponen negara Islam.

Sebar Artikel Ini

Artikel Terkait