Grand Syekh Al-Azhar Bertemu Wakil Presiden Indonesia Bahas Pemberantasan Islamofobia

Wakil Presiden Republik Indonesia, Dr. Ma'ruf Amin, menerima kunjungan Grand Syekh Al Azhar yang juga Ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM), Prof Dr Ahmed Al-Tayeb, untuk membahas cara meningkatkan kerja sama dua pihak. Pertemuan berlangsung di Istana Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Dr. Ma'ruf Amin menekankan pentingnya kunjungan Grand Syekh Al Azhar karena besarnya kasih sayang dan rasa hormat masyarakat Indonesia kepadanya. Ia menggarisbawahi bahwa Al-Azhar sangat dipercaya oleh masyarakat Indonesia sebagai referensi agama dan keilmuan utama, dan memainkan peran penting dalam membentuk hubungan antara Mesir dan Indonesia.
KH Ma’ruf Amin juga menggarisbawahi niat Indonesia untuk meningkatkan hubungan akademisnya dengan Al-Azhar dengan mendirikan kantor pengembangan pendidikan bagi mahasiswa baru di Indonesia untuk mempersiapkan mereka sebelum memulai studi di Universitas Al-Azhar.
Wapres RI juga menyampaikan apresiasi atas upaya yang dilakukan Grand Syekh Al Azhar dalam mengkoordinasikan kerja sama antara Egyptian Zakat and Charity House, badan amal Al-Azhar, dan Badan Zakat dan Amal Indonesia, khususnya dalam penyelenggaraan konvoi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Ia menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap hak-hak rakyat Palestina, sebagaimana dibuktikan dengan advokasi Indonesia melawan penindasan, pengungsian, dan kekerasan yang dihadapi warga Palestina di Gaza di berbagai forum internasional.
Dr. Ma'ruf Amin juga menekankan perlunya kolaborasi berkelanjutan dengan Al-Azhar dan MHM untuk menyajikan Islam secara global dan akurat, terutama di era di mana Islam dituduh mempromosikan kekerasan dan ekstremisme. Wapres RI menegaskan pentingnya memperjelas sikap moderat dan kasih sayang Islam serta mengatasi tuduhan palsu dan menunjukkan meningkatnya ancaman Islamofobia di negara-negara Barat serta dampaknya terhadap keamanan dan stabilitas komunitas Muslim.
Sementara itu, Imam Akbar menggarisbawahi upaya berkelanjutan Al-Azhar untuk mempromosikan moderasi Islam. Al-Azhar dan MHM telah dan terus melakukan dialog antara Timur dan Barat serta mengadakan konferensi internasional mengenai status perempuan dalam Islam. MHM juga menganjurkan penggunaan istilah "kewarganegaraan" dan bukan "minoritas", mempromosikan kesetaraan dan pemberdayaan tanpa memandang agama, ras, jenis kelamin, atau warna kulit.
Al-Azhar juga telah memperkenalkan integrasi positif di antara seluruh warga negara dalam suatu negara, dengan mengambil contoh negara Islam pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW, yang mencakup “Konstitusi Madinah” yang menjamin hak-hak setiap orang. Dokumen ini tetap merupakan pendirian murni Islam mengenai hubungan antara Muslim dan non-Muslim, berdasarkan rasa hormat, kasih sayang, hidup berdampingan, dan integrasi.
Imam Akbar juga menyoroti kurangnya upaya terkoordinasi di antara negara-negara dan lembaga-lembaga Islam, dan menekankan perlunya suara Islam yang bersatu untuk mengatasi tantangan dan krisis yang ada. Grand Syekh memperingatkan bahwa upaya-upaya tersebut, betapapun besarnya, hanya akan efektif jika didorong oleh keinginan tulus untuk melakukan perubahan, yang hanya dapat dicapai melalui kerja sama dan koordinasi penuh. Menurut Grand Syekh, mengecualikan partai atau pihak mana pun hanya akan menyebabkan fragmentasi dan disorientasi lebih lanjut, sehingga menghambat jalan dunia Islam menuju kemajuan dan kesejahteraan.